Minggu, 21 Desember 2014

Kasus Hacking Website KPU Yang di lakukan oleh Dani Firmansyah



Indonesia menempati peringkat ke-22 sebagai negara yang paling sering melakukan serangan siber di tahun 2013, menurut riset yang dilakukan perusahaan keamanan komputer Symantec. Peringkat Indonesia saat ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yang menempati urutan 23 dari 157 negara yang diriset.
Menurut data Symantec, aktivitas kejahatan siber dengan program jahat (malicious code/malware) yang berasal dari Indonesia menduduki peringkat keempat di tahun ini. Sementara untuk kejahatan siber dengan cara mengirim pesan spam atau pesan yang tidak dikehendaki penerima, Indonesia menempati urutan ke-25. Selain itu, Indonesia juga menempati urutan ke-27 dalam aktivitas kejahatan pengelabuan atau phishing dan penyerangan ke situs web suatu negara.
Director Security Sales Symantec ASEAN dan Korea Selatan, Alex Lei mengatakan, para pelaku kejahatan siber dari Indonesia ini gemar menyerang usaha kecil menengah (UKM) yang karyawannya kurang dari 250 orang. "Perusahaan UKM menjadi sasaran karena biasanya mereka belum punya perlindungan keamanan komputer yang kuat," kata Alex dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (7/5/2014). Sebagian besar serangan siber kepada UKM maupun perusahaan besar dilakukan dengan cara mengirim email. Ada tiga sektor atau industri yang paling sering diincar pelaku kejahatan siber, yakni industri grosir, pemerintahan atau sektor publik, dan manufaktur.
Menurut Alex, tak menutup kemungkinan aksi kejahatan siber itu bisa menyusup ke sistem komputer perusahaan karena kelalaian seorang karyawan yang kurang sadar atas keamanan. "Dalam satu perusahaan, belum tentu semua karyawan sadar keamanan. Bisa jadi ada seorang karyawan yang terima email dengan iming-iming hadiah, lalu dia klik link yang ada diemail tersebut, padahal link tersebut hanyalah modus malware atau phishing," jelas Alex.
Modus kejahatan siber memang makin beragam, penyebarannya kini banyak dilakukan lewat jaringan internet di komputer pribadi hingga ponsel pintar. Symantec menilai, tujuan kejahatan siber saat ini tidak lagi merusak sistem peranti lunak, namun kini lebih menitikberatkan pada pencurian data pengguna, seperti password, nomor kartu kredit, dan sebagainya. 

Karakteristik Cyber Crime

Cybercrime berbeda dengan kejahatan komputer lain. Hal ini dipengaruhi dengan adanya kecepatan cyberspace sehingga terjadi perubahan mendasar mengenai kejahatan ini. Pertama, karena kecanggihan cyberspace, kejahatan dapat dilakukan dengan cepat bahkan dalam hitungan detik. Kedua, karena cyberspace yang  tidak terlihat secara fisik maka interaksi baik individu maupun kelompok terjadi sehingga pemikiran yang dianggap illegal di luardunia cyber dapat disebarkan kemasyarakat melalui dunia cyber. Ketiga, karena dunia cyber yang universal memberikan kebebasan bagi seseorang mempublikasikan idenya termasuk yang illegal seperti muncul bentuk kejahatan baru seperti cyberterrorism. Keempat, karena cyberspace tidak dalam bentuk fisik maka konsep hukum yang digunakan menjadi kabur.
Ada beberapa karakteristik yang membedakan cybercrime dengan tindak pidana konvensional. Karakteristik cybercrime dibanding tindak pidana lain menurut Nitibaskara (2000:1) ada 4 yaitu :
1.                  Penggunaan Teknologi Informasi dalam modus operandi
2.                  Korban cybercrime dapat menimpa siapa saja mulai dari perseorangan sampai Negara.
3.                  Cybercrime bersifat non violence (tanpa kekerasan).
4.                  Karena tidak kasat mata maka fear of crime (ketakutan atas kejahatan) tidak mudah timbul.




                                       Tabel II.1

       Perbedaan antara Cyber crime dan Kejahatan Konvensional
Cybercrime
Kejahatan konvensional
Terdapat pengguna Teknologi Informasi (TI)
Tidak ada penggunaan TI secara langsung.
Alat bukti : Bukti Digital
Alat bukti : bukti fisik (terbatas menurut Pasal 184 KUHAP).
Pelaku dan korban dapat berada dimana saja.
Pelaku dan korban biasanya berada dalam satu tempat.
Pelaksanaan kejahatan non fisik (cyberspace).
Pelaksanaan kejahatan :  fisik (dunia nyata).
Proses penyidikan melibatkan laboraturium forensik komputer.
Proses penyidikan melibatkan laboratorium komputer.
Sebagai proses penyidikan dilakukan di cyberspace : virtual undercover.
Proses penyidikan dilakukan didunia nyata.
Penanganan komputer sebagai TKP (crime scene)
Tidak ada penanganan komputer sebagai TKP.
Dalam proses persidangan, keterangan ahli menggunkan ahli TI.
Dalam proses persidangan, keterangan ahli tidak menggunakan ahli TI.
Sumber : Petrus Reinhard(2008). 

Pengertian Hacking
Berdasarkan buku A Glossary of Computing Terms yang ditulis oleh Arnold Burdett dkk “Hacking adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan usaha (baik berhasil mau pun tidak) untuk memperole hak ses yang illegal kedalam suatu sistem komputer. Hal ini berkaitan dengan penggunaan komputer yang tidak sah atau akses yang illegal ke data atau program tertentu yang tersimpan di komputer tersebut.”
Tidak semua orang dapat melakukan hacking. Pelaku hacking atau hacker biasanya mempunyai keahlian khusus dalam bidang komputer dan internet. Istilah hacker pada tahun 1950an dan 1960an ditujukan sebagai penghargaan terhadap kemampuan yang dimiliki oleh hacker yaitu di bidang hardware dan software. Namun pada era milenium, istilah hacker menjadi berbeda karena ditujukan kepada orang yang dapat memiliki akses secara tidak sah atau suatu system dan data. Pengertian hacker secara umum adalah orang yang melakukan kejahatan hacking.           
Modus operandi hacking yaitu meliputi :
1.                  Mencari sasaran komputer yang hendak dimasuki.
2.                  Menyusup dan menyadap password.
3.                  Menjelajahi sistem komputer.
 

Sejarah Hacking
Terminologi peretas muncul pada awal tahun 1960-an di antara para anggota organisasi mahasiswa Tech Model Railroad Club di Laboratorium Kecerdasan Artifisial Massachusetts Institute of Technology (MIT). Kelompok mahasiswa tersebut merupakan salah satu perintis perkembangan teknologi komputer dan mereka berkutat dengan sejumlah komputer mainframe. Kata bahasa Inggris "hacker" pertama kalinya muncul dengan arti positif untuk menyebut seorang anggota yang memiliki keahlian dalam bidang komputer dan mampu membuat program komputer yang lebih baik daripada yang telah dirancang bersama.
Kemudian pada tahun 1983, istilah hacker mulai berkonotasi negatif. Pasalnya, pada tahun tersebut untuk pertama kalinya FBI menangkap kelompok kriminal komputer The 414s yang berbasis di Milwaukee, Amerika Serikat. 414 merupakan kode area lokal mereka. Kelompok yang kemudian disebut hacker tersebut dinyatakan bersalah atas pembobolan 60 buah komputer, dari komputer milik Pusat Kanker Memorial Sloan-Kettering hingga komputer milik Laboratorium Nasional Los Alamos. Satu dari pelaku tersebut mendapatkan kekebalan karena testimonialnya, sedangkan 5 pelaku lainnya mendapatkan hukuman masa percobaan.
Kemudian pada perkembangan selanjutnya muncul kelompok lain yang menyebut-nyebut diri sebagai peretas, padahal bukan. Mereka ini (terutama para pria dewasa) yang mendapat kepuasan lewat membobol komputer dan mengakali telepon (phreaking). Peretas sejati menyebut orang-orang ini cracker dan tidak suka bergaul dengan mereka. Peretas sejati memandang cracker sebagai orang malas, tidak bertanggung jawab, dan tidak terlalu cerdas. Peretas sejati tidak setuju jika dikatakan bahwa dengan menerobos keamanan seseorang telah menjadi peretas.
Para peretas mengadakan pertemuan tahunan, yaitu setiap pertengahan bulan Juli di Las Vegas. Ajang pertemuan peretas terbesar di dunia tersebut dinamakan Def Con. Acara Def Con tersebut lebih kepada ajang pertukaran informasi dan teknologi yang berkaitan dengan aktivitas peretasan.
Peretas memiliki konotasi negatif karena kesalahpahaman masyarakat akan perbedaan istilah tentang hacker dan cracker. Banyak orang memahami bahwa peretaslah yang mengakibatkan kerugian pihak tertentu seperti mengubah tampilan suatu situs web (defacing), menyisipkan kode-kode virus, dan lain-lain, padahal mereka adalah cracker. Cracker-lah menggunakan celah-celah keamanan yang belum diperbaiki oleh pembuat perangkat lunak (bug) untuk menyusup dan merusak suatu sistem. Atas alasan ini biasanya para peretas dipahami dibagi menjadi dua golongan: White Hat Hackers, yakni hacker yang sebenarnya dan cracker yang sering disebut dengan istilah Black Hat Hackers.



Kasus Hacking Website Komisi Pemilihan Umum oleh Dani Firmansyah

Pada hari Sabtu, 17 April 2004, Dani Firmansyah (25 th), konsultan Teknologi Informasi (TI) PT. Danareksa di Jakarta berhasil membobol situs milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) di http://tnp.kpu.go.id dan mengubah nama-nama partai didalamnya menjadi nama unik seperti Partai Kolor Ijo, Partai Mbah Jambon, Partai jambu, dan lain sebagainya. Dani Menggunakan teknik SQL Injection (pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau perintah tertentu di addres bar browser) untuk menjebol situs KPU. Kemudian dani tertangkap pada hari Kamis, 22 April 2004. Jaringan internet di Pusat tabulasi Nasional Komisi Pemilihan Umumsempat down (terganggu) beberapa kali. Diantaranya terjadi pada tahun 2004 dan 2009. Pada tahun 2004 terungkap dan tertangkapnya Dani Firmansyah (25) oleh Aparat Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang diduga kuat sebagai pelaku yang membobol situs (hacker) di Pusat Tabulasi Nasional Pemilu Komisi pemilihan Umum (TNP KPU). Kepada polisi, Dani mengaku meng-hack situs tersebut hanya karena ingin mengetes keamanan system keamanan server tnp.kpu.go.id, yang disebut-sebut mempunyai system pengamanan berlapis-lapis. “Motivasi tersangka melakukan serangan ke website KPU yaitu Dani merasa tertantang dengan pernyataan Ketua kelompok Kerja TI KPU Chusnul Mar’iyah disebuah tayangan televisi yang memperingatkan kepada tim TI KPU bahwa sistem TI yang seharga Rp.125 miliar itu ternyata tidak aman. Tersangka berhasil menembus server tnp.kpu.go.id dengan cara XSS atau Cross Site Scripting dan SQL Injection, meski perbuatan itu hanya iseng, kata Makbul, polisi tetap menilai tindakan Dani telah melanggar hukum dan menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi dan menghancurkan atau merusak barang.
Menurut Kepala Polda Metro Jaya, pengungkapan pembobolansitus KPU ini merupakan keberhasilan Satuan Cyber Crime yang menonjol sejak dua tahunan satuan tersebut terbentuk. Berhubung undang-undang tentang cybercrime belum ada, tersangka Dani dikenakan UU No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Salah satupasal yang disangkakan adalah pasal 50 yang ancamanannya pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600 juta. Dani Firmansyah, hacker situs tnp.kpu.go.id yang merupakan konsultan TI Danareksa sebelumnya ternyata juga pernah membobolsitus Danareksa. PT Danareksa menegaskan bahwa kegiatan hacking KPU adalah tindakan pribadi DaniFirmansyah yang tidak ada sangkut pautnya dengan PT Danareksa. Ditangkapnya Dani Firmansyah sebagai tersangka pelaku penyusupan atas situs tnp.kpu.go.id menuai protes dariberbagai kalangan.
Perbuatan Dani oleh kalangan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang baik karena Dani menunjukkan kelemahan sistem. Komunitas Hacker pun kembali menyerukan pembebasan Dani Firmansyah, tersangka penyusupan situs KPU. Kali ini giliran situs Pertamina yang disisipi seruan mereka. Setelah itu situs set kab.go.id yang disisipi pesant ersebut, Senin (25/04/2004), Selasa (26/04/2004, giliran situs pertamina.com “Anti hacker link 2004, We Support For Dani Firmansyah’s Freedom,” begitu tulisan yang terpampang pada salah satu halaman di situs Pertamina.
Pengungkapan di detikcom – Jakarta, KPU harus ikut bertanggung jawab atas kasus penyusupan pada situsnya. Masalahnya, teknik yang digunakan penyusup adalah teknik yang telah lama diketahui umum. Maka menjadi aneh ketika KPU gagal mengamankan situsnya dari serangan dengan teknik “lawas” itu. “Pertanyaan yang paling mendasar adalah, kok bisa-bisanya sebuah system berharga ratusan miliar tersebut dibobol hanya dengan modal teknik klasik oleh seorang hacker iseng?” ujar Donny B.U, pengamat Telematika dan coordinator ICT Watch, dalam siaran pers yang diterimadetikcom, Selasa (26/04/2004).
Apa yang dilakukan oleh KPU, dengan membuat sistem keamanan yang berlapis namun menyisakan lubang SQL Injection tersebut, diibaratkan Donny sebagai usaha pengamanan rumah yang teledor. “Jadi ibaratnya kita mengelilingi rumah kita dengan kawat berduri serta memasang teralis di seluruh pintu masuk, tetapi jendela samping dibiarkan atau tanpa sengaja terbuka lebar,” kata Donny. Donny mengharapkan KPU, selaku pemilik dan administrator sistem-sistem itu, bertanggung jawab atas kejadian tersebut. “pihak pemilik sistem, dalam halini KPU, juga perlu dimintakan pertanggung jawaban kepada publik, dan kalau perlu dihadapan hukum, atas keteledorannya,”. Donny menjelaskan mengenai keteledoran KPU dan keharusan mereka untuk bertanggung jawab juga sempat diucapkan oleh pengamat Telematika asal UGM, Roy Suryo. Roy beranggapan bahwa KPU juga lalai dalam menjamin keamanan system milik umum tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Dani pada dasarnya bukan hal yang mengerikan. Iahanya mengubah nama partai Peserta Pemilu menjadi nama yang aneh dan lucu seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo dan sejenisnya. Donny beranggapan adahal lain yang mungkin dilakukan Dani yang dampaknya akan lebih mengerikan. “ (JikaDani) mengubah nama partai Golkar menjadi Partai PDI Perjuangan, dan demikian sebaliknya. Itulah yang benar-benar dapat dikatakan membuat kekacauan,” demikian pendapat Donny. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dilakukan. Dan apabila hal itu sampai terjadi, Donny tetap beranggapan bahwa KPU yang seharusnya bertanggung jawab. Dani Firmansyah, tersangka penyusupan situs KPU, dinyatakan menggunakan teknik SQL Injection dalam melakukan aksinya. Perlu diketahui, teknik tersebut merupakan teknik yang telah lama beredar di kalangan Teknologi Informasi (TI). Teknik itu juga tidak melibatkan pembobolan tingkat tinggi. Donny menambahkan “Tidak menjadikesalahan pada hacker sepenuhnya, jika banyak diantara mereka yang sebelumnya sempat tergiur untuk mencoba-coba masuk kedalam system komputer KPU.”



                    ***TINDAK PIDANA HACKING***


Pengaturan Tindak Pidana Hacking dalam KUHP :
1.   Pasal 167 KUHP
Menurut Andi Hamzah ada beberapa hal yang menyulitkan aparat penegak hukum dalam upaya penanganan kejahatan komputer, seperti :  
a.    Apakah komputer dapat disamakan dengan rumah, ruangan atau  pekarangan tertutup.
b.   Berkaitan dengan cara masuk ke rumah atau ruangan tertutup, apakah test key atau pasword yang digunakan oleh seseorang untuk berusaha masuk ke dalam suatu sistem jaringan dapat dikategorikan sebagai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu.
2.   Pasal 406 KUHP
Dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Pengaturan Tindak Pidana Hacking diluar KUHP :
1.     UU Telekomunikasi
-        Pasal 50 Jo.Pasal 22
Barangsiapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
-        Pasal 22 Huruf c UUT
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a.       Akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b.      Akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
c.       Akses ke jaringan telekomunikasi khusus. 
2.   UU ITE

Pasal 30 UU ITE
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau  Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. 
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
  3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan (cracking, hacking, illegal access).
3.                  RUU KUHP
-        Pasal 11 RUU TPTI
Mengaskses Tanpa Hak “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memasuki lingkungan dan atan atau sarana fisik Sistem Informasi tanpa hak atau secara tidak sah menggunakan sandi akses palsu. Melakukan pembongkaran tanpa maksud merugikan pemilik sah, di penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun atau denda sedikit-dikitya Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan sebanyaknya Rp.800.000.000,-(delapan ratus juta rupiah).”
-        Pasal 12 RUU TPTI
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memasuki lingkungan dan atau sarana fisik Sistem Informasi milik instansi pemerintah, militer, perbankan, atau instansi strategi lainnya tanpa hak atau secara tidak sah dengan menggunakan sandi akses palsu. Melakukan pembongkaran atau perusakan dengan atau tanpa maksud merugikan instansi yang dituju. Dipidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda sedikit-dikitnya Rp.700.000.000,- (tujuh ratus rupiah) dan sebanyak-banyaknya Rp.1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).
-        Pasal 19 RUU TPTI
Mengakses Tanpa Hak Terhadap Komputer Yang Dilindungi
“Barang siapa dengan sengaja dan secara melawan hukum melakukan akses melalui komputer tertentu yang statusnya dilindungi oleh pihak yang berwenang”.
-        Pasal 21 RUU TPTI
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum melakukan intersepsi tanpa hak, secara tidak sah, atau ilegal, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan penjara lima (5) tahun”.
-        Pasal 22 RUU TPTI
“Barangsiapa dengan sengaja terbukti merusak situs inernet milik orang atau badan hukum lain, yang menumbulkan kerugian material bagi orang atau badan hukum lain tersebut dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (tahun) tahun.

Penyidikan kejahatan hacking :
1.                  Sebagian proses penyididikan dilakukan dalam cyberspace.
2.                  Eksistensi bukti digital (Digital Evidence) dalam proses penyidikan tindak pidana hacking.
3.                  Penanganan komputer sebagai TKP (crime scene).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar